KOMISI VI MINTA MENDAG MENETAPKAN DUMAI PELABUHAN EKSIM INTERNASIONAL
Anggota komisi VI DPR RI Fraksi Partai Golkar Idris Laena mendesak Menteri Perdagangan untuk menetapkan pelabuhan Dumai sebagai salah satu pelabuhan Ekspor Impor (Eksim) Internasional.
Menurutnya, pelabuhan Dumai yang bertaraf Internasional dapat meningkatkan nilai tawar Dumai sehingga dapat menjadi penggerak perekonomian kota Dumai dan provinsi Riau umumnya.
“Komisi VI telah menyetujui untuk menyampaikan aspirasi tim perjuangan hak pelabuhan kota Dumai,”ujar Idris usai acara audiensi Aspirasi tim perjuangan hak kota Dumai yang dipimpin oleh Walikota Dumai dengan komisi VI DPR RI yang dipimpin oleh Aria Bima (FPDIP) di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis, (9/12).
Dia menambahkan, hasil audiensi tersebut akan disampaikan kepada Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu dalam Rapat Kerja dengan komisi VI DPR RI, Rabu (15/12) pekan depan.
Desakan tersebut kata Idris juga dilatari oleh akan berakhirnya masa berlaku Permendag No.60/M-DAG/PER/12/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang perubahan atas Permedag No. 56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor produk tertentu pada tanggal 31 Desember 2010.
Idris mengatakan, Permendag tersebut tidak adil, karena pelabuhan Dumai telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Potensi operasional pelabuhan Dumai juga tiga kali lipat lebih besar dari pelabuhan Belawan.
Berdasarkan Permendag No.60/M-DAG/PER/12/2008 pasal 5 ayat (1) setiap impor produk tertentu oleh Importir Terdaftar (IT)-produk tertentu hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan tujuan : a. Pelabuhan laut Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Soekarno Hatta (Makassar) dan Dumai (Riau) dan/atau b. Seluruh pelabuhan udara Internasional.
Dan ayat (1a) disebutkan impor produk tertentu oleh IT-produk tertentu yang dilakukan melalui pelabuhan laut Dumai hanya untuk produk makanan dan minuman. Sementara ayat (2) impor produk tertentu untuk kebutuhan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Permendag itu berdasarkan pasal 11 mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 dan berakhir tanggal 31 Desember 2010.
Sementara di pasal 1 ayat (2) yang dimaksud dengan produk tertentu adalah produk-produk yang terkena ketentuan impor berdasarkan peraturan Menteri ini yang meliputi produk makanan dan minuman, pakaian jadi, alas kaki, elektronika dan mainan anak-anak.
Idris mengungkapkan sektor pemasukan tahun 2009 kota Dumi, ekspor migas ke 11 negara tujuan dengan jenis sembilan komoditi melalui kota Dumai senilai Rp 96 Triliun dan sampai Desember 2010 senilai Rp35 Triliun. Sedangkan sektor pemasukan ekspor non migas dengan volume 7,8miliar ton, ke 82 negara tujuan dengan 57 jenis komoditi tahun 2009 sebesar Rp48 Triliun dan hingga Desember 2010 mencapai Rp274Triliun.
Sementara data bea masuk dan keluar tahun 2009 sebesar Rp247 Miliar dan meningkat di tahun berikutnya senilai Rp2,4 Triliun. Berdasarkan perkembangan eskpor migas, non migas dan bea masuk/keluar itu seharusnya pemerintah memiliki indikator untuk menetapkan tujuan pelabuhan yang hanya dilewati oleh IT-produk tertentu.
Dia menambahkan, harus ada indikator menetapkan tujuan pelabuhan yang dilewati produk tertentu. Dumai harus dikasih kesempatan untuk impor produk makanan dan minuman. Karena pelabuhan Dumai secara ekspor lebih produktif dalam memberikan kontribusi kepada negara.
Lebih jauh kata Idris dampak Permendag tersebut minat asing untuk investasi di Dumai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menjadi mandeg. Terlebih Menko Perekonomian telah menetapkan Riau sebgai sebagai cluster industri sawit.
“Disini terlihat kebijakan Kemendag dengan Menko Perekonomian kontradiktif. Banyak investor menunda investasi di Dumai, karena sikap pemerintah yang tak konsisten, “ ujarnya. (si)